Jakarta, Antarajambi.com
- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan
resolusi parlemen Uni Eropa yang melarang kelapa sawit Indonesia masuk
ke wilayah kawasan itu terlalu sederhana jika hanya karena masalah
lingkungan hidup.
Hal itu disampaikan Darmin seusai menerima kunjungan delegasi
parlemen Uni Eropa di Jakarta, Rabu, untuk membahas perkembangan ekonomi
maupun pengelolaan komoditas kelapa sawit Indonesia.
"Kami menyadari bahwa tentu ada perbedaan cara melihat, tapi
masing-masing sudah menyampaikan pemikiran dan pandangannya bahwa bagi
Indonesia, persoalan lingkungan terlalu sederhana dikaitkan dengan satu
komoditi," kata Darmin.
Dalam pertemuan itu, Darmin ditemani oleh Menteri Perindustrian
Airlangga Hartanto dan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita.
Darmin menilai larangan kelapa sawit Indonesia ke Eropa tersebut
terjadi karena belum ada diskusi yang mendalam antara pemerintah
Indonesia dengan parlemen Uni Eropa terkait pengelolaan dan pemanfaatan
komoditas itu bagi masyarakat.
"Concern kami adalah parlemen Uni Eropa melihat dari sisi
yang lebih luas. Bahwa ada kekurangan di dalam, kita sudah menjalani dan
terus menjalankan perbaikan, sehingga kita bisa menerima hubungan ini
di masa depan," katanya.
Darmin mengatakan diskusi lanjutan mengenai keberlangsungan kelapa
sawit Indonesia dengan parlemen Uni Eropa, akan dilakukan pemerintah di
Kantor Pusat Uni Eropa, Brussels, Belgia, pada Juli 2017.
"Kita tentu akan terus berdialog. Nanti pihak Indonesia akan ke
Brussels juga untuk berdiskusi dan melakukan presentasi lagi. Seperti
ini tidak bisa sekali disampaikan terus selesai. Ini semua bagian dari
dialog dan diskusi," ungkapnya.
Meski belum tentu nantinya muncul keputusan yang mengikat, namun
Darmin menegaskan diskusi dengan parlemen Uni Eropa harus dilakukan
untuk menyamakan cara pandang terkait persoalan kelapa sawit Indonesia.
"Belum ada usulan konkrit, masih harus ada dialog lanjutan. Seperti
disampaikan pimpinan delegasi Eropa, mereka juga menyadari bahwa ada
banyak kesalahpahaman selama ini. Jangan mengharapkan sekali bertemu,
selesai semua persoalan," katanya.
Juru bicara delegasi parlemen Uni Eropa Sajjad Karim mengatakan
pertemuan dengan pemerintah Indonesia dilakukan untuk menyelesaikan
berbagai kesalahpahaman yang terjadi terkait pengelolaan industri kelapa
sawit.
"Sudah terlihat jelas, ada kesalahpahaman yang perlu diluruskan
dari perspektif kami, Uni Eropa, terhadap industri kelapa sawit di
Indonesia. Kami mengharapkan kunjungan ini telah memberikan pencerahan
dari sudut pandang Uni Eropa," katanya.
Karim mengharapkan pertemuan maupun berbagai diskusi yang telah
dilakukan bisa menjadi landasan penting untuk mendorong penyelesaian
perundingan Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA)
Indonesia dengan Uni Eropa.
"Kami merasa pertemuan hari ini bisa mendorong pembahasan politik
yang lebih dinamis terkait negosiasi CEPA, karena ini bisa menjadi
win-win solution bagi Uni Eropa dengan Indonesia," ungkapnya.
Karim mengharapkan berbagai informasi baru yang didapatkan bisa
mendukung jalannya proses perundingan Indonesia dan Uni Eropa yang
dilakukan di masa mendatang, agar mampu menghasilkan kesepakatan yang
menguntungkan bagi kedua belah pihak.
Sebelumnya, delegasi Tim Komite Perdagangan Internasional (INTA)
parlemen Uni Eropa ini mengunjungi Riau dan melakukan kunjungan ke
perkebunan kelapa sawit untuk memberikan wawasan mengenai pengembangan
kelapa sawit di Indonesia.
Delegasi ini juga melakukan diskusi dengan koperasi petani kelapa
sawit serta mendengar secara langsung mengenai upaya kerja sama swasta
dengan petani kecil dalam mengembangkan kelapa sawit yang berkelanjutan.
Kemudian, delegasi ini melakukan kunjungan ke DPR dan memberikan
penjelasan bahwa resolusi parlemen Uni Eropa mengenai "Report on Palm
Oil Deforestation of Rainforest" bersifat tidak mengikat dan tidak
berkekuatan hukum tetap.
Parlemen Uni Eropa dan DPR juga sepakat bahwa Eropa dan Indonesia
saling membutuhkan untuk mendukung penyelesaian perundingan CEPA di
tingkat parlemen serta fokus untuk melanjutkan kerja sama dalam bidang
pertanian.
Dalam kesempatan itu, DPR memberikan pernyataan agar Eropa tidak
khawatir dengan perkembangan kelapa sawit di Indonesia, karena Indonesia
berkomitmen untuk melaksanakan hasil kesepakatan COP 21 (Konferensi
Perubahan Iklim) di Paris pada 2015.
Selama ini, Indonesia telah mengembangkan sertifikasi Indonesia
Sustainable Palm Oil (ISPO) yang dijalankan secara mandatory bagi
seluruh perkebunan sawit, meski saat ini standar tersebut belum diakui
secara internasional.
Para pelaku industri terus membuka diri untuk meningkatkan
substansi dan pemanfaatan ISPO agar mendapat pengakuan dunia, terutama
dari Uni Eropa yang saat ini merupakan importir kelapa sawit terbesar
kedua bagi Indonesia.
Larangan sawit Indonesia masuk Eropa bukan hanya karena lingkungan
Rabu, 24 Mei 2017 14:19 WIB