Bogor, Antarajambi.com - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan
Keamanan Republik Indonesia, Jenderal TNI (Purn) Wiranto mengatakan,
Indonesia harus memperkuat pertahanan keamanannya, karena ancaman
terhadap negara saat ini sudah berubah dan beragam.
"Di era globalisasi saat ini, ancaman terhadap negara sudah semakin
beragam, pertahanan semesta menjadi upaya pemerintah untuk meningkatkan
keamanan nasional," kata Wiranto dalam kuliah umumnya di Universitas
Pertahanan Indonesia (Unhan) Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu.
Wiranto memberikan kuliah umum dihadapan ratusan mahasiswa dan dosen
Unhan dengan tema "Bela Negara dan Keamanan Nasional Untuk Keselamatan
Bangsa".
Menurut Politisi Partai Hanura ini, perkembangan teknologi saat ini
membuat masyarakat semakin kritis, melalui penggunaan internet. Kondisi
tersebut perlu diwaspadai, karena pola ancaman juga ikut berubah seiring
perubahan zaman.
Ia mengatakan pada saat menjabat sebagai Menkopolkam di era Presiden
Soeharto, situasi keamanan di negara berbeda dengan era sekarang saat
dirinya menjabat sebagai Makopolhukam.
"Ada perbedaan indikator, contohnya pengguna handphone di Indonesia
dulu hanya 23 juta, tapi sekarang ada 340 juta. Padahal jumlah penduduk
hanya 230 juta jiwa," katanya.
Menurut dia, perkembangan teknologi di masyarakat membuat tugas
Menkopolhukam menjadi lenih banyak, karena urusan politik, hukum dan
keamanan berhubungan langsung dengan individu manusia.
Fenomena saat ini, lanjutnya, media sosial yang bebas digunakan membuatnya sulit dilacak.
Wiranto menyebutkan, dalam konstelasi global, setiap negara
melakukan kerja sama dengan negara lain, baik secara bilateral,
multilateral dan konteks lainnya.
"Secara formal setiap negara melakukan kerja sama, tapi apakah kerja sama itu tulus dan total," katanya.
Presiden Joko Widodo, lanjutnya, dalam pertemuan tingkat ASEAN
menyampaikan walau secara formal mereka menjalin kerja sama, tetapi
setiap negara saling bersaing untuk mengamankan dan melindungi warga
negaranya.
"Hubungan antar negara esensinya adalah persaingan. Negara harus
melihat ancaman itu ada, tidak ada yang tidak ancaman. Ancaman terhadap
negara ditentukan banyak faktor, banyak jurusan yang mengancam
keselamatan negara," katanya.
Lebih lanjut ia mengatakan, hakekat ketika ancaman datang, negara
sudah bertindak melakukan operasi intelijen, lalu mengantisipasi dengan
operasi Yuda.
Dikatakannya, sistem pertahanan Indonesia harus berubah semakin
kuat. Belajar dari pengalaman perang melawan penjajahan, saat awal
terbentuknya TNI, banyak warga yang ikut berperang tetapi tidak dapat
tertampung sebagai tentara nasional karena terbatasnya sarana prasarana.
Solusi yang dilakukan, lanjutnya, dengan memanfaatkan peninggalan
Belanda. Dan hingga kini banyak di antara markas TNI menempati bangunan
peninggalan VOC.
Namun, lanjutnya, strategi VOC membangun benteng-benteng bukan untuk
pertahanan, tetapi untuk urusan dagang. Benteng dan gedung pertahanan
dibangun di lokasi perkebunan dan pabrik.
Menurut Wiranto, memperkuat pertahanan harus dilakukan dari dalam
dan juga ke luar. Karena ancaman sudah berubah dinamis, invasi tidak
lagi dari satu negara ke negara lain.
Invasi itu tidak mahal tapi mempertahankan kependudukan atas satu
wilayah itu yang mahal. Jadi tidak efisien lagi, maka bentuk perang
secara sudah berbeda. Ada proxy war, dari ancaman tradisional menjadi
perang konservatif dan non konservatif.
"Ancaman sudah bergama, kapitalisme, terorisme, ilegal loging,
narkoba, ini ancaman baru yang cakupannya luas dan langsung menyerang
penduduk kita. Belum lagi hoax," katanya.
Wiranto mengingatkan, perlu dibuat pertahanan yang statis. Konsep
pertahanan harus berubah dari sekarang. Perubahan jangan dijadikan tabu
atau sesuatu yang haram untuk dilakukan.
"Perubahan itu perlu, untuk mengubah konsep pertahanan yang tertinggal menjadi yang baru," katanya.
Ia menyampaikan, ketika Presiden Joko Widodo mencanangkan
pembangunan dari pinggiran, menunjukkan pemerintah telah menyadari
ancaman yang sudah berubah, maka sistem pertahanan juga perlu diperkuat
keluar.
"Seharusnya Indonesia dengan batas wilayah terpanjang kedua di dunia
setelah Kanada, harus lebih kuat menjaga pertahanan wilayah perbatasan.
Jangan seperti saat ini wilayah perbatasan kita telanjang," katanya.
Wiranto menambahkan, sistem pertahanan wilayah perbatasan jangan
hanya kuat di dalam tetapi perlu diperkuat hingga bagian terluar.
Seperti Allah menciptakan segala sesuatu memiliki perlindungan, sepertu
telur, durian dan manggis.
"Begitupun Indonesia harus kuat di dalam dan luar. Ada konsep baru
pertahanan dengan penataan kembali gelar pasukan digabungkan dengan
pembangunan nasional. Karena ada perubahan ancaman yang multi nasional.
Maka pertahanan yang sudah digagas, adalah pertahanan semesta," katanya.
Menkopolhukam: ancaman terhadap negara semakin beragam
Kamis, 23 Februari 2017 8:30 WIB